The winner Annisa Retni will create a special music composition
This musical composition will be based on the poem Masa Depan by Rob Hammink.
Masa Depan
Bunga, pelataran, pohon, angin,
di mana timur dan barat bertemu,
memberi kepercayaan pada masa depan.
Sebelum aku menemukanmu
dan mengisi masa depanmu yang belum terukir,
warnai fotomu yang muda, penuh perhatian, hitam putih.
Tetesan ecoline melapisi kanvas tropis,
menyebar penghormatan.
Belanda kini mencari satu kalimat itu.
Langit Sumatra biru muda,
tak terbebani di samping reruntuhan tua.
Mereka berbaring, tak bergerak,
terkurung dalam kotak ajaib kita,
di mana kapur barus menyimpan matahari terbit yang pudar.
Puluhan tahun menerima apa yang tak kulihat
namun jelas kurindukan.
Kamu juga memberi warna pada teman-temanmu,
membawa mereka tertawa di hamparan sawah,
dengan kerbau dan sepeda, dalam rentang yang kecil dan besar.
Sifatmu membentangkan spektrum,
seperti warna coklat dan putih,
semua hijau dan semua kuning dalam harmoni.
Teman, mereka adalah teman,
rekan senegara, saudara sejiwa.
Tak semua orang Jepang adalah algojo kamp,
dan tak semua orang Jerman adalah Nazi.
Belanda mencari satu kalimat itu,
penyampaian kalimat itu,
dari kelompok besar yang
terasa aneh bagimu, seperti diriku.
Lihatlah!
Merah putih tertinggal, biru terkoyak.
Dalam kekacauan…
“Semua warna memudar menjadi hitam,
nodanya tak rata.”
Kamu merunduk, menggurat, seolah teriakan dalam hati tak tertahan:
“Apakah ini benar-benar yang diinginkan oleh Tanah Airku?”
Berabad-abad lalu menemukan jalannya,
mengukir jejak baru dengan gagah,
mengikuti setapak yang sama.
Lebih dalam, semakin dalam,
bahkan lumpur terdalam digali.
Mea culpa, mencela diri, dan merentang tanya.
Kebajikan berkelit dari tujuannya,
Apa yang dirindu oleh generasi muda?
Apa makna keajaibanmu dalam pandanganku?
Mendengarkan bukan sekadar ambisi,
cangkul menggali lebih dalam.
Dan lihatlah…
Hati nurani yang sepihak menentukan,
masa depan tragis terus melangkah.
Suara muda tropis, neo-kolonial, terganggu.
Saat aku merenungkan pewarnaanmu,
menghubungkan setiap insan,
jalannya tak terpisahkan,
cahaya yang menerangi bangsa kita.
Ayah, maka satu kalimatmu dan harapanku yang sia-sia
akan bangkit kembali.
Satu kalimat itu…
“Siapa yang hanya melihat ke belakang dalam hitam dan putih,
ia tak akan melihat warna masa depan.”


